3 Kriteria Penting I’tikaf – Syaikh Abdus Salam asy-Syuwai’ir #NasehatUlama
Yang dimaksud dengan iktikaf adalah menetap di dalam masjid untuk melakukan ketaatan. Jadi ia berkaitan dengan dua perkara:
(PERTAMA)
Menetap di dalam masjid. Sehingga tidak dapat disebut iktikaf, kecuali dengan menetap di dalam masjid. Dengan demikian, menetapnya seseorang di dalam rumahnya tidak disebut dengan iktikaf meskipun untuk melakukan ketaatan, dan meskipun ia membuat masjid di dalam rumahnya, karena itu tidak dinamakan masjid dalam artian spesifik.
Adapun riwayat dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau memerintahkan untuk didirikan masjid di rumah-rumah, maka yang dimaksud adalah kumpulan rumah-rumah. Yakni di rumah-rumah dan pemukiman, hendaklah dibangun masjid, agar masyarakatnya dapat berkumpul dan salat di sana.
Dan maksudnya bukan di setiap rumah ada masjidnya, meskipun ini dilakukan juga oleh sekelompok ulama dan para sahabat, seperti Utsman bin Malik, dan lainnya. Semoga Allah meridai mereka semua. Jadi, masjid itu harus diserahkan dan diwakafkan untuk aktivitas ketaatan.
Dan masjid ini bisa jadi selalu didirikan shalat di dalamnya, dan bisa jadi juga tidak ada salat yang didirikan di sana. Karena ada beberapa masjid yang tidak dipakai lagi untuk salat, bisa jadi karena sudah tidak terpakai, atau juga karena telah dibangun masjid lain di sebelahnya, atau terkadang masjid itu tidak dipakai salat kecuali hanya dalam satu waktu salat, seperti keadaan beberapa masjid yang ada di samping pabrik-pabrik dan perumahan yang memiliki masjid yang disiapkan dan diwakafkan untuk kegiatan ibadah.
Kendati demikian, di masjid itu tidak didirikan Salat Fardhu kecuali hanya sekali sehari, karena di waktu itu ada para karyawan, dan selain itu tidak ada yang salat di sana. Namun, tetap saja ia dapat disebut sebagai masjid.
Dan selama masjid itu memenuhi kriteria tersebut, maka sah untuk beriktikaf di dalamnya. Namun, para ahli fiqih berpendapat bahwa masjid itu harus masjid yang didirikan salat jamaah di dalamnya, jika orang yang beriktikaf itu adalah laki-laki yang wajib salat berjamaah. Dengan demikian, wanita tidak harus beriktikaf dalam masjid yang ada salat jamaahnya. Apabila wanita beriktikaf di masjid yang sudah tidak terpakai, itu dibolehkan.
(KEDUA)
Menetap di masjid untuk melakukan ketaatan. Harus ada ketaatan yang dilakukan saat iktikaf. Maka barang siapa yang menetap di masjid bukan untuk melakukan ketaatan, namun ia menetap di masjid untuk mendapat upah atas pekerjaannya, dan lain sebagainya, maka itu bukan iktikaf.
(KETIGA)
Selain untuk menjalankan ketaatan, para ulama juga berpendapat bahwa harus berniat untuk iktikaf, lalu masuk masjid dan menetap di sana.
================================================================================
وَالْمُرَادُ بِالِاعْتِكَافِ هُوَ لُزُومُ الْمَسْجِدِ لِلطَّاعَةِ
إِذًا أَمْرَانِ لُزُومُ الْمَسْجِدِ
فَلَا يَكُونُ اعْتِكَافٌ إِلَّا بِلُزُومِ مَسْجِدٍ
وَبِنَاءً عَلَى ذَلِكَ فَإِنَّ لُزُومَ الْمَرْءِ دَارَهُ
لَا يُسَمَّى اعْتِكَافًا وَلَوْ كَانَ لِطَاعَةٍ
وَلَوْ كَانَ قَدْ جَعَلَ فِي دَارِهِ مَسْجِدًا يَبْنِيْهِ
فَإِنَّهُ لَا يُسَمَّى مَسْجِدًا بِالْمَعْنَى الْخَاصِّ
وَأَمَّا مَا جَاءَ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ أَمَرَ أَنْ يُبْنَى فِي الدُّورِ الْمَسَاجِدُ فَالْمُرَادُ بِالدُّوْرِ هُنَا
هِيَ الْبُيُوتُ
أَيْ أَنَّ الْبُيُوتَ وَالْأَحْيَاءَ يُجْعَلُ فِيهَا مَسْجِدٌ لِيَجْتَمِعَ النَّاسُ فِيهِ وَيُصَلُّوا فِيهِ
وَلَيْسَ فِي كُلِّ بَيْتٍ بِعَيْنِهِ يُوضَعُ مَسْجِدٌ وَإِنْ كَانَ فَعَلَ جَمَاعَةٌ مِنْ أَهْلِ الْعِلْمِ
وَالصَّحَابَةِ كَعُثْمَانَ بْنِ مَالِكٍ وَغَيْرِهِ رَضِيَ اللهُ عَنِ الْجَمِيعِ
إِذًا لاَ بُدَّ أَنْ يَكُونَ الْمَسْجِدُ مُخَصَّصًا وَمَوْقُوفًا لِلطَّاعَةِ
وَهَذَا الْمَسْجِدُ قَدْ يَكُونُ تُصَلَّى تُقَامُ فِيهِ الصَّلَاةُ
وَقَدْ تَكُونُ لَا تُقَامُ فِيهِ الصَّلَاةُ
فَإِنَّ هُنَاكَ مَسَاجِدُ لَا تُقَامُ فِيهَا الصَّلَاةُ
إِمَّا لِكَوْنِهَا قَدْ هُجِرَتْ
وَإِمَّا لِكَوْنِهَا قَدْ بُنِيَ بِجَانِبِهَا مَسْجِدٌ آخَرُ
أَوْ بِكَوْنِ هَذَا الْمَسْجِدِ أَحْيَانًا لَا يُصَلَّى فِيهِ إِلَّا فَرْضٌ وَاحِدٌ
كَحَالِ الْمَسَاجِدِ الَّتِي تَكُونُ بِجَانِبِ بَعْضِ الشَّرِكَاتِ وَالدَّوَائِرِ
فَهُوَ مَسْجِدٌ مُهَيَّأٌ مَخْصُوصٌ مَوْقُوفٌ عَلَى الْعِبَادَةِ
وَمَعَ ذَلِكَ فَإِنَّهُ لَا يُصَلَّى فِيهِ إِلَّا فَرْضٌ وَاحِدٌ مِنْ فَرَائِضِ الصَّلَوَاتِ الْخَمْسِ
لِوُجُودِ الْمُوَظَّفِيْنَ وَمَا عَدَا ذَلِكَ فَلَا يُوجَدُ فِيهِ مُصَلٍّ
وَمَعَ ذَلِكَ يَبْقَى عَلَى اسْمِهِ وَهُوَ الْمَسْجِدُ
فَمَا دَامَ مَسْجِدًا مُحَاطًا وَمَبْنِيًّا بِهَذَا الْمَعْنَى فَإِنَّهُ يَصِحُّ الِْاعْتِكَافُ فِيهِ
لَكِنَّ الْفُقَهَاءَ يَقُولُونَ لاَ بُدَّ أَنْ يَكُونَ الْمَسْجِدُ مِمَّا تُقَامُ فِيهِ الْجَمَاعَةُ
إِنْ كَانَ الْمُعْتَكِفُ مِمَّنْ تَلْزَمُهُ الْجَمَاعَةُ
فَعَلَى ذَلِكَ الْمَرْأَةُ لَا يَلْزَمُ أَنْ تَعْتَكِفَ فِي مَسْجِدٍ فِيهِ جَمَاعَةٌ
وَإِنَّمَا لَوِ اعْتَكَفَتْ فِي مَسْجِدٍ مَهْجُورٍ وَنَحْوِ ذَلِكَ جَازَ
الْأَمْرُ الثَّانِي لُزُومُ الْمَسْجِدِ لِلطَّاعَةِ لَا بُدَّ أَنْ يَكُونَ هُنَاكَ طَاعَةٌ
فَمَنْ لَزِمَ الْمَسْجِدَ لِغَيْرِ الطَّاعَةِ
وَإِنَّمَا لَزِمَهُ لِأَجْلِ أُجْرَةٍ يَعْمَلُهَا وَنَحْوِ ذَلِكَ فَنَقُولُ هَذَا لَا يُسَمَّى اعْتِكَافًا
وَلَا بُدَّ لِأَنَّ قَوْلَ أَهْلِ الْعِلْمِ لِلطَّاعَةِ لاَ بُدَّ مِنَ النِّيَّةِ نِيَّةِ الِاعْتِكَافِ وَالدُّخُولِ فِيهِ وَاللُّزُومِ